Monday, November 29, 2010

Roller Coaster Carlo Ancelotti

Carlo Ancelotti. Nama ini baru beberapa pekan silam masih terus dipuji-puji sebagai salah satu pelatih terbaik yang pernah menukangi Chelsea. Sekarang? Rumor ia akan didepak -atau mengundurkan diri- terus berembus kencang.

Selamat datang di rollercoaster manajer liga Inggris.

Menu yang ada di depan kita saat ini adalah salah satu pelatih paling berpengalaman dan sukses di ajang sepakbola eropa: Carlo Ancelotti.

Sang pelatih Chelsea ini mengawali karirnya di Inggris dengan cerita indah. Gelar ganda diraihnya di musim perdana. Liga Premier dan Piala FA. Hanya satu yang terlewat. Liga Champions.

Itu cerita musim lalu. Musim ini, tim biru dari London ini mengawali musim dengan... brilian. Kemenangan dengan angka telak dan kebobolan minim menjadi hobi. Dan orang-orang pun dengan terlalu dini menyebut Chelsea akan merebut juara lagi musim ini.

Perjalanan liga Champions mereka pun tidak kalah mengkilap. Kata kalah sepertinya sulit ditemukan dalam kamus milik John Terry dan kawan-kawan. Hingga beberapa pekan yang lalu, inilah kondisi Chelsea.

Tiba-tiba, bak petir di siang bolong, asisten pelatih Ancelotti, Ray Wilkins dihentikan dari jabatannya. Dan di sinilah 'Kutukan Wilkins' dimulai. Sang juara bertahan kalah di dua pertandingan secara berurutan. Dari tim semacam Sunderland dan Birmingham. Beruntung, rekor jelek ini berhenti dengan satu kemenangan atas Zilina yang mereka raih di Liga Champions kemarin.



Kata 'Kutukan Wilkins' mungkin terdengar magis. Jadi, apa sebenarnya masalah Chelsea?

Kondisi internal mereka ternyata tidak sebagus penampilan mereka di lapangan (di luar dua kekalahan itu...) cukup menjelaskan. Sang pelatih mengadu ke media bahwa ia seolah diabaikan dalam pengambilan keputusan belakangan ini. 'Keputusan' ini tentu saja... Masalah pemecatan Wilkins.

Intervensi dari para petinggi ternyata masih sangatlah kuat. Dan bahkan seorang pelatih sekelas Ancelotti pun sama sekali tidak punya kuasa untuk menjalankan tim dengan nyaman. Contoh 'sederhana' lainnya, kedatangan Ramires ke Stamford Bridge dari Benfica, diakui Don Carletto di luar pengetahuannya. Ia sama sekali tidak dilibatkan. Kondisi ini jelas bisa membuat siapapun meledak. Dan keluhan Ancelotti ke pers jelas bukan sesuatu yang mengherankan.

Kini, ia seolah-olah sedang membuka jalan dan pintu keluarnya sendiri dari Chelsea. Meski ia menegaskan tidak dalam waktu dekat. Namun, para pengamat menilai ia akan segera hengkang akhir musim ini. Paling telat.

Sebuah keadaan yang terdengar familiar?

Mari kita mundur beberapa tahun dan saya akan menyebut satu nama: Jose Mourinho.



Orang ini melakukan segalanya. Ia membangun kembali Chelsea menjadi kekuatan yang ditakuti di Inggris dan Eropa. Dengan hadiah juara Liga setelah entah berapa lama tim ini tidak merasakannya. Yang ia dapat? Dibuang di tengah-tengah pekerjaan. Mou memang belum bisa memberikan gelar Liga Champions, dan saat itu performa Chelsea memang sedang menurun. Tapi rasanya kita tidak cukup buta untuk melihat alasan sebenarnya.

Lagi-lagi intervensi dari atas. Seorang pelatih dengan tingkah laku seperti Mou jelas tidak bisa dipaksa terus menerus. Ia suka melakukan segalanya dengan cara yang ia percayai benar.

Abramovich tidak seperti itu. Ia ingin segalanya instan. Dan ingin agar investasinya berbuah segera. Tipikal pebisnis. Tidak puas dengan Liga Premier, ia ingin Liga Champions. Segera.

Kita semua tahu akhir cerita ini. Jose Mourinho dilepas. Pindah ke Inter Milan. Dan meraih trofi yang diidam-idamkan si orang rusia ini.

Dan melihat kondisi sekarang, sepertinya sang taipan minyak masih belum belajar.

Berbicara soal tekanan dari atas, Ancelotti sebenarnya sudah cukup terbiasa.

Di hari-hari Milan-nya dulu, para petinggi klub bahkan ikut campur hingga sampai ke level taktik yang ingin ia mainkan di lapangan. Ia sempat 'dipaksa' untuk tampil lebih atraktif dan ofensif.

Keras kepala. Ia menolak untuk tunduk. Sempat membuktikan dengan gelar Liga Champions, ia akhirnya terlempar dari kursi Milan karena timnya tidak kunjung scudetto. Dan petualangan-nya di Liga Inggrispun dimulai.

Mari kembali lagi ke masa sekarang.

Saat ini kabut tebal masih menutupi masa depan Ancelotti di Chelsea. Tidak ada yang tahu. Apakah ia akan menjadi Mourinho selanjutnya? Ataukah ia bisa bertahan dari berbagai intervensi -yang jelas jelas mengganggunya.

Chelsea saat ini tidak bisa dibilang terlalu buruk. Dua kekalahan beruntun tidak menggoyahkan posisi mereka di puncak klasemen. Di Liga Champions pun mereka sudah memastikan diri melaju mulus dari fase grup.

Tapi segalanya masih bisa berubah. Kehidupan manajer di Liga Eropa modern sekarang tidak jauh beda dari wahana rollercoaster. Sesaat bisa berada di atas, sedetik kemudian terhempas lagi di bawah.

Jelas tidak bisa dibandingkan dengan nama-nama semacam Sir Alex Ferguson atau bahkan Arsene Wenger. Orang-orang 'tradisional' ini punya kuasa penuh terhadap klub yang mereka pimpin.

Ancelotti? Ia bahkan pernah menyebut, "Saya hanya seorang pelatih. Jangan bandingkan dengan posisi Ferguson di United"

Well... Waktulah yang akan menjawab kiprah Carlo Ancelotti di Chelsea. Entah di akhir musim nanti ia bisa menyelamatkan diri dengan menyumpal mulut para petingginya dengan trofi berwarna perak, atau menemui pintu keluar lebih cepat dari yang pernah siapapun bayangkan sebelumnya.

*posted in www.supersoccer.co.id 25/11/10

No comments:

Post a Comment