Manchester City dan Arsenal adalah dua kutub yang berbeda.
Yap. Secara geografis, keduanya memang berada di sudut Inggris yang berbeda. satu kota London, dan satu kota Manchester. Tapi bukan itu yang ingin penulis bahas di sini.
Beberapa tahun belakangan Manchester Biru berubah menjadi salah satu tim yang paling kaya di Inggris, bahkan di dunia.
Kedatangan seorang juragan asal Abu Dhabi mengubah total klub Eastland ini, khususnya dalam strategi belanja pemain. Dari yang tadinya sulit ditemukan di peta transfer pemain-pemain kelas atas, City tiba-tiba muncul, membawa setumpuk uang, dan 'membajak' banyak pemain bintang dari berbagai klub lain. Carlos Tevez, Emmanuel Adebayor, David Silva, Roque Santa Cruz, Gareth Barry, adalah sederet nama-nama tenar yang berhasil diboyong.
Dalam tempo yang singkat, City menjelma menjadi salah satu tim yang bertabur bintang di Liga Inggris. A force to be reckoned with.
Total pengeluaran mereka semenjak di-takeover? (drumroll please...)
369 JUTA POUND.
Dengan perincian sebagai berikut: 122 Juta Pound di musim perdana take over, 117 Juta di musim selanjutnya, dan nyaris 130 Juta Pound di musim ini.
Mari pindah dulu ke Arsenal.
Di sinilah kutub yang berbeda itu muncul.
Tim London utara ini bukanlah tim miskin. Bahkan, salah satu hasil riset menyebutkan bahwa Arsenal adalah tim yang kondisi keuangannya paling sehat dibanding tim-tim lain di liga-liga besar Eropa.
Akan tetapi, strategi transfer mereka setiap tahun sepertinya tidak banyak berubah. Mencari pemain-pemain muda penuh bakat, dan menjadikan mereka bintang di klub yang penuh bakat ini. Dari sinilah kita mulai mengenal nama-nama semacam Cesc Fabregas, Jack Wilshere, Theo Walcott, dll.
Tim muda penuh potensi. Itulah julukan yang kerap diberikan pada Arsenal.
Arsenal di tahun 2009 silam sempat menjadi klub elite Eropa dengan pengeluaran paling sedikit.
Bahkan jika dipukul rata, pengeluaran bersih Arsenal sepanjang Liga Premier berjalan dari tahun 1992 lalu adalah: 32 Juta Pound -seharga Robinho yang dibeli City dua tahun lalu. (Ini angka yang didapat setelah menggabungkan penjualan dan pembelian).
Sangat rendah untuk tim sekelas Arsenal.
So, bagaimana hasilnya, bila 2 kebijakan transfer yang berbeda ini dibandingkan?
Let's start with City.
Ekspektasi luar biasa tinggi dari tim yang dipenuhi pemain bintang dan uang ternyata bukan jaminan sukses. Dua musim berlalu dan mereka tetap tanpa trofi. City juga terpental dari target utama mereka, mengisi satu tempat di Liga Champions musim ini.
Tapi cerita kegagalan itu adalah bagian dari masa lalu.
Musim ini diawali City dengan cukup gemilang. Sementara, mereka menduduki peringkat kedua klasemen liga Inggris di bawah Chelsea. Lebih lanjut lagi, mereka juga satu-satunya tim yang sukses menundukkan sang juara bertahan tersebut sejauh ini.
Apakah musim ini sudah menjadi saat bagi Roberto Mancini memetik hasil dari pengeluaran ratusan juta Pound di tim mereka?
It's still a little bit too early to tell.
Sekarang. Arsenal.
Ah... Arsenal. Satu tim yang tidak pernah keluar dari zona big-four. Penghuni tetap pertarungan para elit di Eropa. Sebuah tim muda yang dipenuhi dengan talenta dahsyat di setiap lini... meski tanpa gelar.
Strategi transfer Arsenal memang cenderung sehat jika dilihat dari segi keuangan. Mereka jarang membelanjakan uang banyak demi membeli satu pemain bintang.
Yang lebih sering dilakukan adalah membuat sendiri para bintang yang bermain di klub tersebut..
Hal yang menjadikan mereka salah satu tim paling atraktif di planet ini? Hell yes.
Efektif? Err... Not really.
Hingga detik ini, sudah sekitar lima musim anak-anak asuh Arsene Wenger ini tidak mencicipi nikmatnya memenangi sesuatu. Arsenal terus terlihat berbahaya di awal, selalu menjadi ancaman bagi klub manapun, namun pada suatu titik di musim biasanya kehabisan bensin dan menurun.
Ini juga menyebabkan mereka banyak ditinggal para pemain bintang mereka sendiri. Yang tanda-tandanya sudah semakin kencang adalah: Cesc Fabregas. Sang kapten sudah puluhan kali menyatakan keinginannya untuk pindah ke Barcelona.
Kebijakan semacam ini memang berdampak positif jika dilihat dari berbagai sisi. Energi bermain, semangat, keuangan. Sayangnya, terlihat jelas kebutuhan adanya bintang berpengalaman di tim ini. Bisa dibayangkan jika elemen tersebut dimasukkan ke dalam tim Arsenal saat ini. Masalah inkonsistensi dan 'kelabilan' bermain mereka bisa teratasi.
Oleh karena itu, mengacu pada kondisi kedua tim sekarang ini, penulis bisa berkesimpulan bahwa saat ini Manchester City berada satu kursi di atas Arsenal dalam perburuan gelar juara Liga Inggris.
1-0 for City. At least for this stage of the competition.
Akhir pekan ini, kita akan disajikan tontonan pertarungan langsung dua tim beda kutub ini. Kita lihat saja di lapangan.
Siapa yang lebih unggul: tim-pembeli-bintang? Ataukah tim-pencetak-bintang? Menarik ditunggu.
*posted in supersoccer.co.id (23/10/10)
No comments:
Post a Comment