Showing posts with label united. Show all posts
Showing posts with label united. Show all posts

Tuesday, September 3, 2013

Sebuah Siksaan Bernama Transfer Deadline Day


Sebagai fans United, hari terakhir jendela transfer biasanya dihabiskan dengan menyaksikan klub-klub lain berjuang keras mendapatkan pemain lain sambil menanti transfer-transfer aneh (atau kemahalan) dan tertawa sesudahnya.

That was, of course, not the case for this season.

Hingga satu hari sebelum jendela transfer ditutup –diperingati pula dengan kekalahan 0-1 di Anfield- United masih belum membeli siapapun. SIAPAPUN. (Oke. Ada Varela. Gak diitung.)

Jadi, perjuangan untuk mendapatkan central midfielder pun dimulai. Pilihannya adalah Ander Herrera atau target-sepanjang-jendela-transer Marouane Fellaini. Selain itu, ada kemungkinan juga mendapatkan Leighton Baines. Or even Mesut Ozil.

Seharian, I was looking at three live updates (Di luar twitter!). Dari guardian, telegraph, dan Mirror. Menunggu pengumuman resmi apapun dari siapapun tentang belanja United untuk musim ini. All I want is a good central midfielder. Dan Herrera sepertinya memenuhi syarat itu. Fellaini apalagi. Di awal-awal, prospek kedua pemain ini bergabung tampak sangat cerah.

Tetapi yang terjadi, saya dipaksa untuk menatap iri ke layar setiap kali ada update terbaru yang muncul. Bale diperkenalkan ke 20,000-an fans di Bernabeu sebagai pemain termahal di dunia. Kaka kembali ke cinta lama-nya, AC Milan. Arsenal semakin dekat dengan Ozil. Liverpool –yang baru menang- menyelesaikan bisnis mereka di tengah hari dengan menambah 3 personil baru. Bahkan Aston Villa mendapatkan striker baru dari Lazio.

United? None.

Jangankan memulangkan kembali Cristiano Ronaldo. Mengejar Herrera dan Fellaini aja –yang keduanya jelas jelas mau ke Old Trafford- Ed Woodward dan David Moyes amat sangat kesulitan.

Kemudian muncul berita yang level absurd-nya terlalu tinggi: Perwakilan United di Bilbao ternyata bukan perwakilan resmi. Mereka… Impostors. WHAT THE HELL.

So, inevitably, the Herrera Deal was off the table. FFS.

Berita yang beredar setelahnya adalah, United memang sudah kehilangan minat membeli Herrera karena release clause-nya (yang cuma beda 6 Juta Euro dari tawaran mereka) terlalu mahal. Ada yang juga yang mengatakan mereka akhirnya lebih memilih untuk memfokuskan diri ke Fellaini. Dan Baines. Intinya? Ribet dan super absurd.

Muncul juga berita bahwa United menawarkan 40 Juta Euro untuk mendapatkan Sami Khedira. Ditolak mentah-mentah oleh Madrid –yang mungkin sedang sibuk bernegosiasi ria dengan Arsenal untuk Ozil.

Untuk meramaikan chaos, tiba-tiba muncul lagi berita United belum menyerah mendapatkan pemain dari Madrid. Kali ini giliran Fabio Coentrao dengan status pinjaman. Sampai tulisan ini ditulis, deal ini menjadi salah satu yang tidak jelas nasibnya. Kemungkinan besar sih gagal.

Akhirnya, semuanya kembali ke satu nama: Fellaini. Orang Belgia ini memberikan transfer request ke klub-nya di detik-detik terakhir. United pun mendapatkan satu pemain tengah idaman mereka dengan harga… 27,5 Juta Pound. Deal yang diumumkan beberapa waktu setelah deadline transfer terlewati.

A happy ending? In the term of getting a midfield, yeah. Di sisi harga? Not really. Harga Fellaini itu 5 Juta Pound lebih mahal dari release clause dia yang berakhir pertengahan Agustus kemarin. Then again, it’s Glazer’s money. Let’s spend it however we like.

Tetap saja, kenapa United tidak membeli Fellaini jauh-jauh hari (Padahal niat dan uang-nya ada) akan menjadi sebuah misteri yang rasanya sulit untuk dipecahkan siapapun. Bayangkan jika Fellaini dibeli sejak, let’s say, sebelum musim dimulai. Kekacauan dan keabsurd-an hari terakhir semacam ini tidak akan perlu terjadi. And also, he can play against Liverpool.


Well. This is, in my opinion, the worst transfer deadline day (and probably window) in years. Manchester United dengan manajemen baru mereka sukses mengacaukan segalanya. Sesuatu yang membuat banyak orang keheranan dan banyak fans frustasi.

The bright side? WE SIGNED A CENTRAL MIDFIELDER!



Friday, July 12, 2013

Harapan Palsu dan Manchester United



Ada satu hal yang tidak bisa dihindari saat seseorang berada dalam suatu hubungan: Harapan Palsu. Ini sudah muncul dari zaman antah berantah dahulu kala yang akhirnya menjadi semakin populer setelah era twitter (bukan orde baru) memberikan singkatan ke kasus yang satu ini: PHP.

Harapan palsu tidak hanya muncul sebelum hubungan itu tercipta (baca: pas PDKT) tapi juga ada di dalam hubungan itu sendiri. Ada begitu banyak harapan dan ekspektasi yang muncul setiap kali hubungan benar-benar tercipta. Dan bisa dipastikan, akan ada banyak yang berujung pada kekecewaan karena sama sekali tidak terwujud. Not even close.

Sialnya bagi para pecinta sepakbola, peluang untuk terjebak dalam harapan palsu lebih besar dibandingkan dengan kaum bukan pecinta sepakbola. Tidak hanya dari gebetan/pacar/suami/istri, klub bola kesayangan juga secara rutin memberikan penyakit yang satu ini.

Sindrom-nya biasanya memang muncul sepanjang tahun. Namun penyakitnya terasa jauh lebih parah di sekitar bulan Juni, Juli, dan Agustus. Saat bursa transfer musim panas Eropa sudah dibuka dan setiap pemain punya hak untuk pindah ke klub manapun yang ia mau.

Karena saya adalah penggemar Manchester United, mari kita coba melihat dari sisi klub yang (katanya) memiliki fans terbanyak di dunia ini.

Thiago Alcantara. Ini adalah nama terakhir yang memberikan penyakit rutin tahunan untuk para fans United. Setelah berminggu-minggu dikabarkan akan "segera" bergabung, pemain muda berbakat ini tiba-tiba diberitakan sudah muncul dan ikut berlatih dengan skuat Barcelona.

Tusukan yang selanjutnya datang lebih dalam lagi. Thiago nyaris dipastikan akan bergabung dengan manajer lamanya, Pep Guardiola, di Bayern Munich musim depan. Fans United yang sudah banyak berharap pun dipaksa untuk gigit jari. (Atau jika jari tidak cukup, bisa juga gigit pintu).

I chose to be a pessimist this time around. And that was the right choice. Sejak gelombang berita tentang Thiago semakin terasa berlebihan, saya semakin pesimis deal akan terjadi. This is Ronaldinho all over again.

Beberapa tahun yang lalu, rasa sakit hati karena ditinggal David Beckham masih terasa saat Manchester United dihubung-hubungkan dengan Ronaldinho sebagai pengganti. Melihat aksi brilian orang jenius dari Brazil ini, harapan pun langsung membumbung tinggi. Apalagi, salah satu tabloid sepakbola di Indonesia sempat memajang cover jersey United bernomor 7 dengan nama Ronaldinho.

Dan seperti yang kita semua tahu, sang jenius memilih bergabung dengan Barcelona.

Itu cuma satu contoh. Ada sederet nama lain yang terus menerus dikabarkan akan bergabung dengan United malah berakhir bertahan di klubnya atau bergabung dengan klub lain. Wesley Sneijder dan Eden Hazard bisa menjadi pengalaman buruk lain.

Kehadiran Robin Van Persie musim lalu menjadi sebuah pengecualian yang luar biasa. Some kind of miracle. Mungkin United harus berterima kasih pada prestasi Arsenal yang menjalani 7 tahun tanpa gelar dan berhasil membuat RvP frustasi.

Musim ini, Sir Alex Ferguson sudah tidak ada di bangku manajer United. Digantikan oleh David Moyes -yang masih berada dalam posisi antara menjanjikan dan meragukan. Dan United tetaplah United. Setiap media akan menghubungkan nyaris setiap nama besar yang tersedia di bursa transfer dengan klub ini.

Artinya? Harapan palsu masih akan bertebaran hingga jendela transfer ditutup pada tanggal 31 Agustus nanti. And of course, there will be more and more heartbreak until that point.

Satu-satunya cara adalah dengan tidak berharap banyak. Menganggap segalanya hanya gosip belaka hingga sang pemain benar-benar diperkenalkan ke publik secara resmi oleh klub.

Then again, this is a relationship. Kita tidak akan bisa menahan diri untuk mengharapkan sesuatu. Dan jika itu yang terjadi, maka siap-siap untuk (lagi-lagi) terluka.

It's really fun being a football fans, eh? ;)

Friday, January 20, 2012

Menilai Kembalinya Scholes dan Henry di Liga Premier

Mendatangkan pemain senior atau bahkan yang sudah pensiun berarti satu hal bagi sebuah klub: mereka membutuhkan solusi instan.

Itulah yang dilakukan oleh Manchester United dan Arsenal saat memutuskan untuk ‘mengembalikan’ Paul Scholes dan Thierry Henry ke dalam skuad mereka. Keduanya adalah legenda hidup dan punya pengaruh yang sangat besar. Dan itulah yang mereka harapkan akan datang saat keduanya tampil kembali membela klub lama mereka ini.

Henry dipanggil kembali dalam jangka waktu super pendek. Hanya dua bulan saja. Dengan status pinjaman dari klub MLS, New York Red Bulls, ia disiapkan sebagai pengganti Marouane Chamakh dan Gervinho yang harus absen beberapa waktu karena ajang Piala Afrika.

Sementara Paul Scholes keluar dari masa pensiunnya dan kembali ke United setelah masalah lini tengah sang juara bertahan semakin memburuk. Dengan tidak adanya dana –atau lebih tepatnya niat- untuk membeli pemain baru, Scholes pun diharapkan bisa menjadi penyelamat dalam kontraknya hingga akhir musim nanti.

Jadi, karena ini adalah sebuah proyek jangka pendek dengan target sukses jangka pendek pula, maka rasanya layak untuk menilai penampilan keduanya hanya berdasarkan dua pertandingan perdana mereka.

Henry muncul di Arsenal dengan penuh gaya. Ia tampil menghadapi tim Championship, Leeds United, di Piala FA pada babak kedua dan langsung mencetak gol kemenangan. Sebuah hadiah kedatangan kembali darinya untuk para fans dan Arsene Wenger. Then again, lawannya ketika itu adalah tim divisi di bawah Liga Premier dan hanya di ajang Piala FA.

Tantangan sebenarnya muncul beberapa hari kemudian saat Arsenal bertandang ke Swansea City di Liberty Stadium. Timnya dihantam permainan luar biasa sang tim promosi dan Henry diharapkan bisa mengubah keadaan saat masuk di babak kedua. Tidak banyak membantu. The Gunners tetap kalah memalukan 2-3.

Di Manchester United, Paul Scholes memulai debut ulangnya saat menghadapi Manchester City di Piala FA dengan… sebuah blunder. Kesalahannya sempat membuat City mampu menciptakan gol dan membuat hidup United dalam sisa pertandingan tersebut menderita. Beruntung, The Red Devils tetap mampu menang dengan skor 3-2.


Kesalahan tersebut tidak membuat Sir Alex Ferguson kehilangan kepercayaan. Ia justru memberikan satu tempat di starting XI saat United menghadapi Bolton Wanderers akhir pekan kemarin. Scholes membayarnya dengan sempurna. Publik Old Trafford menyaksikan kembalinya pahlawan mereka dengan sebuah gol pembuka kemenangan telak 3-0.

Then again. Lawan mereka kali ini adalah tim yang sedang berjuang keras menghindari zona degradasi.

Jadi, bagaimana penilaian awal bagi para legenda yang rela turun gunung untuk kembali membela klub yang mereka cintai ini?

Henry jelas bukanlah pemain yang sama dengan yang pernah Arsenal miliki dulu. Meski begitu, keberadaannya memberikan aura positif dalam skuad dan inilah yang diincar oleh Wenger –selain golnya di lapangan tentu saja. Sayang, aura positif saja ternyata belum cukup untuk membawa timnya ke jalur kemenangan di Liga.

Scholes masih tetap Scholes. Enam bulan ‘berlibur’ tidak memberikan banyak perubahan. Kemampuan passing-nya tetap yang terbaik. Dan kemampuan tackle-nya tetap yang terburuk. Dan, oh, he really can scores. Untuk sementara, keputusan membawa kembali Scholes cukup bisa membantu United. Meski masih banyak yang harus dibuktikan. Terutama jika melawan tim yang lebih besar dari Bolton.

Akhir pekan ini akan menjadi ajang pembuktian keduanya. Seolah sedang melihat sebuah kelompok musik besar mengadakan tur reuni mereka, maka Emirates Stadium pun akan melihat benturan kedua legenda dan akan membuat banyak orang berpikir mereka menyaksikan re-run Arsenal vs United di tahun 2004 silam.

Apapun itu, kembalinya kedua legenda ini adalah sebuah warna yang mengejutkan di Liga Premier musim ini. Dan di tengah sepakbola yang semakin diatur dengan uang dan kerakusan para pemain beserta agen mereka, romantisme semacam ini bisa menjadi sebuah bumbu yang manis bagi fans di manapun.

*dimuat di www.supersoccer.co.id (20/01/2012)

Monday, November 29, 2010

Manchester United Mencapai Puncak Klasemen, Meski Sering Tidak Meyakinkan

Akhirnya puncak klasemen menjadi milik Manchester United berkat kemenangan 7-1 atas Blackburn Rovers kemarin. Dengan rekor sama sekali belum terkalahkan di musim ini. Namun, rumah-rumah judi di Inggris masih menebak-nebak apakah mungkin United akan tetap tidak terkalahkan hingga akhir musim, tetap tidak mendapatkan gelar.

Sederhana saja, United adalah sebuah tim yang sulit dikalahkan. Tapi dalam beberapa pertandingan, mereka juga terlihat sangat kesulitan untuk mengamankan kemenangan. Hal-hal seperti ini justru menjadi kunci penting yang membedakan sebuah tim yang hebat dengan sebuah tim juara.

Saat ini, United akhirnya berhasil memuncaki klasemen untuk pertama kalinya semenjak musim dimulai. Penampilan fantastis yang diwarnai lima gol Dimitar Berbatov menjadi hasil paling gemilang mereka sepanjang musim. Ini juga artinya rekor tidak terkalahkan mereka berlanjut dan sudah mencapai angka 29. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana mungkin United kini bisa duduk di puncak klasemen, terutama jika melihat bagaimana mereka mengawali musim ini?

Apakah rekor tidak terkalahkan ini adalah sebuah tanda kualitas dan kehebatan United atau hanya sebagai sebuah refleksi bagaimana satu tim yang dulunya paling ganas di Liga Premier ini sudah menjadi macan yang tidak bergigi? Di mana faktor 'wow'-nya?

Faktor 'wow' ini memang akhirnya terjawab hari Sabtu kemarin. Kemenangan 7-1 dengan sebuah permainan cantik menjadi bukti bagaimana United sebenarnya bisa bermain dengan sangat baik dan mengagumkan jika mereka mau. Sayangnya, sejauh ini justru bukan wajah itu yang muncul. Harus diakui, meski sama sekali belum terkalahkan, penampilan mereka seringkali membuat para pendukungnya nyaris terkena serangan jantung.

Perjalanan panjang rekor tidak terkalahkan ini bermula dari kekalahan 1-2 di kandang atas Chelsea pada bulan April silam. Semenjak itu, United terus menjalani pertandingan tanpa pernah sekalipun merasakan yang namanya kekalahan. Namun, sepanjang itu juga, United jarang menampilkan sepakbola brilian ala mereka yang menjadi kunci sukses sepanjang era Sir Alex Ferguson.

Sepanjang tahun 2010 ini, United tidak tampak memiliki keunggulan yang cukup seperti yang pernah ada dalam tim 'Invincibles'-nya Arsenal beberapa tahun silam. Atau tidak usah jauh-jauh, daya rusak tim ini juga sudah menurun jika dibandingkan dengan skuad yang mereka punya dua tahun lalu saat sukses meraih double-winner.

Sebelum hari Sabtu kemarin, yang kita lihat dari United hanyalah hasil belaka. Tanpa adanya style alias gaya bermain yang sanggup meyakinkan siapapun bahwa mereka layak juara. Tapi justru dengan kondisi saat ini di Liga Premier, di mana semua tim tampaknya punya hobi untuk terpeleset di manapun, apa yang dilakukan tim asal Manchester ini bisa dibilang sudah cukup.

Seperti di Piala Dunia, saat tim-tim kecil secara mengejutkan mampu membuat banyak tim besar kerepotan dengan permainan ngotot dan defensif mereka, tren ini mulai menular ke Liga Premier. Kemampuan West Brom untuk menahan United dan menaklukkan Arsenal atau kemenangan dahsyat Sunderland atas Chelsea menjadi hasil-hasil yang tidak akan bisa ditebak akan terjadi sebelum musim ini dimulai. Tim-tim 'kecil' ini seolah sudah menemukan cara mereka untuk mengagetkan dunia.

Satu sisi positif United -yang juga menjadi alasan kuat mengapa mereka kini duduk di puncak klasemen- adalah kemampuan mereka menghindari kekalahan memalukan di kandang sendiri. Sesuatu yang sudah dialami oleh rival-rival terberat mereka dalam merebut gelar musim ini.

Namun dalam 29 pertandingan tanpa terkalahkan mereka, ada sembilan hasil imbang dan ada juga banyak poin yang hilang akibat kebobolan di menit-menit terakhir. Wayne Rooney hanya terlibat di 14 pertandingan semenjak kekalahan dari Chelsea itu, dan Dimitar Berbatov sempat melalui 13 jam tanpa mencetak gol -sebelum akhirnya mengamuk dan langsung memborong lima gol sekaligus.

Dan meski tidak terlihat begitu meyakinkan, United berhasil melewati masalah-masalah semacam performa buruk dan kehilangan beberapa pemain kuncinya, untuk tetap tampil dan memperpanjang rekor tanpa kalah yang -seperti biasa- mereka dapatkan beberapa kali dengan gol-gol telat. Misalnya dalam pertandingan menghadapi Bolton, Valencia, Wolves, Aston Villa, dan juga Rangers. Gol-gol menit akhir ini seolah sudah menjadi sebuah ciri khas yang dimiliki tim United manapun sepanjang era Ferguson.

Salah satu pelatih fitness di Old Trafford, Tony Strudwick, mencoba menjelaskan: "Biasanya, tim harus bekerja lebih keras secara fisik menghadapi kami dibandingkan kami menghadapi mereka. Saat mereka mengejar para pemain yang kami miliki, dengan segala pergerakan yang mereka miliki dan bagaimana mereka melakukan segalanya, hasilnya akan didapat hingga penghujung pertandingan"

"Kami tidak berlatih selama 90 menit untuk menjaga kebugaran setiap pemain dalam pertandingan. Kami memiliki cara tersendiri untuk membantu setiap pemain mampu fit dan terus berpengaruh dalam pertandingan hingga 96 menit di lapangan"

Tim yang dimiliki Fergie sekarang memang tidak bisa dibandingkan dengan skuad tahun 2008 mereka. Fakta yang terlihat jelas saat mereka 'terpaksa' menurunkan duet Federico Macheda dan Gabriel Obertan di lini depan dalam pertandingan menghadapi Wigan dua pekan lalu. Tapi saat Manchester City sudah menghabiskan 350 Juta Pound untuk membeli pemain dalam jangka waktu yang sama, mereka tetap terlihat kesulitan mengimbangi United di lapangan. Tottenham -dengan segala kegemilangan mereka di Eropa- harus rela terpuruk di Old Trafford bulan lalu.

Rival-rival United mungkin memang terlihat sudah semakin mengecilkan jarak antara mereka. Tapi jarak ini sebenarnya memang sudah sangat lebar, dan meskipun ada penurunan investasi luar biasa di tim ini semenjak pembelian Berbatov seharga 30,75 Juta Pound tahun 2008 lalu, komoditas tidak bernilai bernama pengalaman dan determinasi tinggi tetap ada dalam skuad United saat ini.

Ini adalah sebuah aset luar biasa yang dimiliki oleh United dan Fergie sama sekali tidak terlihat ingin menyembunyikannya dari dunia nyata.

Ia sempat menyebut ketika itu, "Kami seharusnya bisa kalah hingga enam gol di Aston Villa tapi entah bagaimana berhasil mencuri satu poin. Ini menjelaskan banyak hal mengenai karakter manusia yang saya punya di tim ini"

"Setidaknya saya punya pemain yang siap untuk melakukan sesuatu -dan sudah melakukan sesuatu- jika menghadapi situasi seperti di Villa Park. Ini adalah kualitas yang menjadi bagian dari sejarah kami. Ini adalah sesuatu yang alami yang ada dalam klub ini"

Bulan depan United akan berhadapan dengan Arsenal dan Chelsea di tengah-tengah periode terpadat dalam dunia sepakbola Inggris: Akhir Tahun. Ini akan menjadi sebuah tes utama dan juga terpenting untuk melihat sejauh mana kemampuan tim ini sebenarnya dan sejauh mana kapasitas yang mereka miliki. Terutama dalam mempertahankan rekor tidak terkalahkan -dan yang lebih penting lagi, meraih gelar juara di akhir musim.

Mungkin saja penampilan United memang bukan yang terbaik. Permainan mereka tidak selalu indah untuk disaksikan. Tapi sejauh ini, secara hasil, mereka adalh tim yang terbaik di Liga Inggris. Dan inilah sebuah kenyataan terbaru yang harus diterima oleh siapapun. Apakah hal seperti ini akan terus berjalan hingga akhir? Atau akan lebih banyak lagi penampilan sekelas kemenangan 7-1 atas Blackburn kemarin yang akan muncul? Kita nantikan saja.

*posted in www.supersoccer.co.id 29/11/10

Friday, November 19, 2010

Is It Just Another Ronaldo?

Sir Alex Ferguson tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya setelah sang superstar menandatangani kontrak baru selama lima tahun di Manchester United.

Fergie menyatakan, “Ini adalah berita yang fantastis. Ia punya hubungan yang baik dengan tim, staff, dan fans. Dan ia akan jadi salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Manchester United”

Dan sang pemain menambahkan, “Saya bahagia. Saya berbicara dengan Sir Alex dan David Gill mengenai masa depan saya dan semua orang tahu saya ingin tetap di sini”

“Saya bahagia di klub ini. Saya ingin memenangi trofi, dan semoga saja, kami bisa melakukannya musim ini”

Apakah kita sedang membicarakan soal Wayne Rooney?

Nope. Cerita di atas berlatar bulan April tahun 2007 silam. Pemainnya adalah: Cristiano Ronaldo.

Fergie juga sempat menambahkan ketika itu, “Ini menunjukkan bahwa Cristiano berada dalam klub yang tepat untuk dirinya”

Merasa sangat familiar? Yep. That's what he said about Rooney this week.

Satu tahun kemudian, Ronaldo menekankan dirinya tidak berada di klub yang tepat dan ingin pergi. Feguson harus menerimanya.

Sang manajer berhasil memintanya untuk bertahan satu musim lagi dan kemudian membiarkan sang pemain mewujudkan mimpinya untuk membela Real Madrid.

Jadi, para fans United sebaiknya tidak terlalu berharap banyak mengenai hal ini.

Apa yang dilakukan Rooney dengan menandatangani kontrak baru, hanyalah menambah nilai transfer dirinya.

Jika dirinya benar-benar jadi pergi bulan Januari ini, harganya kemungkinan ‘hanya’ 40 Juta Pound atau lebih buruk lagi, 25 Juta.

Dengan hanya satu musim tersisa di kontraknya, klub lain akan tahu United sangat ingin menjualnya segera.

Sekarang, dengan kontrak-lima-tahun yang baru, anda bisa melipatgandakan peluang nilai transfer Wayne Rooney.

Dan mari tidak ikut dibodohi di sini.

Rooney sempat terlihat sangat khawatir mengenai masa depan klub-nya yang memiliki hutang senilai 750 Juta Pound dan tidak membeli pemain kelas dunia manapun.

Apakah ia tiba-tiba menilai skuad yang ia pikir tidak bagus, sudah menjadi cukup baik sekarang?

Dan hanya satu minggu setelah Gill tidak bisa memberikannya kepastian mengenai pembelian di masa depan, ia tiba-tiba sekarang bisa.

Anda bisa yakin Rooney akan diam saja di dua jendela transfer mendatang untuk melihat apakah dua hal di atas bisa terwujud seperti yang ia inginkan.

Jika tidak, kemungkinan besar sekuel saga Wayne Rooney akan berlanjut lagi di musim panas mendatang.

Menarik untuk ditunggu apakah akan ada perubahan. Atau memang klub ini –seperti kasus Ronaldo- sudah siap kehilangan Roo.

Rooney hanya mau bertahan di Old Trafford setelah ia berbicara dengan Sir Alex di tempat latihan mereka.

Fergie menyebut sepanjang minggu pintunya masih terbuka. Rooney memasukinya lagi beberapa hari yang lalu setelah terkesima dengan sang manajer hebat.

Tapi pintu itu kemungkinan juga masih terbuka. Karena Rooney bisa saja kembali keluar darinya dalam waktu delapan bulan ke depan –seperti yang dulu dilakukan Ronaldo.

*posted in www.supersoccer.co.id (24/10/10)

The Wayne Rooney Saga: The Beginning of The End?

Beberapa tahun silam ada seorang anak muda yang memulai debutnya di Liga Champions dengan mencatat sebuah hat-trick. Seusai pertandingan sang pelatih rela susah payah meminta langsung bola pertandingan tersebut pada wasit sebagai suvenir.

Kemudian empat bulan yang lalu, satu orang Skotlandia -yang jelas-jelas tidak peduli mau sejauh mana pencapaian Inggris di Piala Dunia- menghubungi striker andalan Inggris yang sedang penuh tekanan untuk mengingatkan agar ia 'bersantai dan menikmati pertandingan di Afrika Selaran'.

Itulah hubungan antara Sir Alex Ferguson dan Wayne Rooney.

Sepanjang sejarah karirnya di Manchester United, Rooney sudah berkali-kali dibela dan dilindungi oleh Fergie, terutama dari serangan media. Sebagai timbal baliknya, striker tempramental ini mampu mengeluarkan penampilan terbaiknya sebagai pemain andalan sekaligus kesayangan para fans United.

Simply put, hubungan Roo-Fergie bisa digambarkan sebagai hubungan ayah-anak. Di dalam dan di luar lapangan hijau.

Tapi segala hubungan baik ini mendadak hancur.

Semuanya berawal dari bocornya perilaku 'nakal' Rooney ke publik. Ia dikabarkan berselingkuh dengan pelacur saat istrinya sedang mengandung. Berita ini jelas mengganggu kehidupan pribadi-nya dan tentu penampilannya di lapangan.

Kemampuan mencetak golnya menurun drastis. Ia sudah tidak mencetak gol dari open play semenjak awal tahun ini, dan baru mengemas satu gol untuk United sepanjang musim baru. Fergie pun memutuskan untuk 'mengistirahatkan' strikernya ini, dengan menyatakan bahwa Rooney sedang mengalami cedera ankle dan butuh waktu untuk pulih.

Clash antara dua orang ini mulai terlihat, saat pemain ini merengek di depan pers meminta untuk bermain. Katanya itu adalah satu-satunya cara agar ia kembali pada performa terbaiknya.

Semuanya pun mencapai puncaknya dalam satu pekan belakangan ini.

Rooney mengaku pada wartawan bahwa sepanjang musim ini ia tidak pernah mengalami cedera ankle. Saat ditanya mengapa Fergie menyebut ia memilikinya, Roo hanya menjawab "tidak tahu". Poin ini jelas jadi semacam 'pengkhianatan' yang dilakukan sang pemain.

Hubungan buruk mereka pun semakin tercium oleh media, hingga poin dimana sang striker menyatakan tidak ingin memperpanjang kontrak di United dan sudah berpikir untuk segera pindah klub.

Berita yang bagai petir di siang bolong, khususnya bagi para pendukung United.

Nama-nama besar semacam Real Madrid, Barcelona, dan Inter Milan langsung mengantri begitu mendengar peluang mendapat salah satu pemain depan terbaik dunia ini terbuka.

Tapi ada satu klub yang akan menjadi mimpi buruk bagi para fans United. Somehow, Roo malah terlihat ingin pindah ke sana sekaligus siap menjadi musuh utama: Manchester City.

Kondisi buruk ini memang bukan yang pertama kali dihadapi oleh Fergie. Sepanjang era-nya di United, pemain-pemain bintang selalu datang dan pergi -dan tidak semuanya dengan cara yang baik. Jaap Stam, David Beckham, Ruud Van Nistelrooj, Roy Keane, Carlos Tevez dan Cristiano Ronaldo adalah sederet kecil bintang besar yang pergi dari United. Sebagian dari mereka juga menjalani apa yang dijalani oleh Rooney saat ini, berseteru dengan sang pelatih.

Prinsip Fergie bahwa tidak ada satupun pemain yang lebih besar dari klub, memang terbukti membuatnya kehilangan banyak pemain bintang.

Tapi sejarah juga membuktikan, saat United kehilangan bintang mereka yang 'bandel', selalu muncul hal baik. Entah mendapat pengganti yang sepadan, atau gelar juara.

In other words, United have learned how to move from one player to another.

Rooney saat ini adalah striker pilihan ketiga bagi skuad utama United. Pemain utama mereka saat ini adalah Dimitar Berbatov. Javier Hernandez juga sedang mulai menemukan sentuhan barunya. Dengan form saat ini, Roo memang di luar skuad utama.

Meski begitu, tidak ada yang membantah bakat yang dimiliki oleh pemain ini. Sebagai seorang pekerja keras dan finisher yang nyaris sempurna, akan jadi sebuah kehilangan yang luar biasa besar jika ia akhirnya pindah.

Kondisi semacam ini bahkan memunculkan satu opsi baru yang nyaris tidak terpikirkan sebelumnya. Opsi bahwa sudah saatnya Sir Alex Ferguson turun dari tahtanya di Old Trafford, sehingga Rooney bisa ikut membantu tim ini bangkit di masa mendatang.

Seems impossible? Entahlah.

Bagaimana saga Wayne Rooney ini akan berakhir? Apakah hubungan baiknya dengan Fergie benar-benar sudah tidak bisa diperbaiki lagi? Atau satu pertanyaan lagi, yang paling mengejutkan, mungkinkah United mengorbankan Fergie demi Rooney?

Hanya waktu yang bisa menjawab.

*posted in www.supersoccer.co.id (19/10/10)

Pembabtisan Dimitar Berbatov Di Old Trafford

Ada momen-momen tertentu yang menjadikan seorang pemain sepakbola sebagai pemain Manchester United. Dan Dimitar Berbatov baru menjalani salah satu momen tersebut..

Kita bisa mengingat Cristiano Ronaldo menjadikan dirinya sebagai pemain United langsung pada debutnya dengan cara memesona publik Old Trafford dengan teknik-teknik ajaib kakinya saat menghadapi Bolton.

Sedangkan Wayne Rooney? Para pendukung setia United pasti bisa mengingat hat-trick yang ia ciptakan dalam pertandingan pedananya. Menghadapi Fenerbahce di ajang Liga Champions.

Dimitar Berbatov memiliki langkah yang berbeda dengan dua pemain tersebut. Jauh berbeda. Butuh waktu sekitar 25 bulan dan 92 pertandingan untuk membawanya mencapai titik tersebut. Titik pembabtisan sebagai seorang pemain Manchester United.

Pemain termahal dalam sejarah klubnya ini -dan nyaris juga menjadi flop termahal- menunjukkan kualitas yang benar-benar dimiilikinya pada saat yang tepat. Dan juga pada lawan yang tepat pula.

Saat performa Rooney -striker andalan mereka sepanjang musim lalu- mulai sedikit meredup, Berba menemukan peak-nya. Dan saat menghadapi Liverpool -yap. Liverpool. Musuh utama United- ia nyaris sendirian membawa timnya meraih tiga poin.

Dengan sebuah hattrick di Old Trafford menghadapi Liverpool.

Sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh Ryan Giggs, David Beckham, Eric Cantona, Ruud Van Nistelrooj, Wayne Rooney, dan sederet nama besar lainnya yang sempat menghuni skuad salah satu klub tersukses di dunia ini.

Dan para fans pun akhirnya jatuh cinta pada Berbatov. Took a while. But perhaps the waiting is over.

1946 adalah tahun terakhir di mana seorang pemain United mampu mencetak hattrick ke gawang sang rival terberat. Dan jika kemenangan atas Liverpool dengan skor beerapapun di ajang manapun adalah suatu hadiah besar untuk fans, apalagi sebuah hat-trick.

Diego Forlan -satu striker yang dilabeli gagal di Old Traffford, meskipun ternyata sukses di tempat lain- sempat mendapat satu chant tersendiri. ("He came from Uruguay. He made Scousers cry") Dan ia hanya mencetak DUA gol. Itupun dengan 'bantuan' blunder kiper lawan.

Kasus Berbatov sangat berbeda. Dalam tiga golnya, ia menunjukkan kelas, determinasi, dan kejeniusan yang mungkin sudah dilihat Sir Alex Ferguson sejak mendatangkannya beberapa musim lalu.

Gol pertama ia ditekan -dengan sedikit curang- oleh Fernando Torres. Bukannya menjatuhkan diri demi penalti, ia tetap ngotot menyundul bola. Hasilnya sukses membuat Old Trafford meledak. Gol kedua lebih istimewa lagi. Terkenal dengan gol-gol 'sulit'-nya -Berba jarang membuat gol mudah semacam tap in atau sontekan kecil-, ia menambah keunggulan United dengan sebuah salto yang terlihat malas, tapi secara luar biasa menembus gawang Pepe Reina.

Dan saat United sedang menghadapi masalah besar setelah untuk ketiga kalinya musim ini kehilangan keunggulan nyaman mereka atas lawan, Berba datang dan menyelamatkan mereka semua dengan gol ketiganya. Sebuah sundulan yang mengalahkan salah satu legenda The Kop di lini belakang, Jamie Carragher.

A hattrick that a LOT of people will remember.

Selama di United, Berba sudah dijuluki banyak nama. Pemalas, flop, striker gagal, pembuang peluang, dan lain-lain. Tapi sekarang rasanya kata 'pahlawan' sudah bisa masuk dalam daftar tersebut.

Tidak hanya di satu pertandingan ini saja. Musim ini memang sudah terlihat sebagai saat yang tepat baginya untuk bangkit. Setelah nyaris sepanjang jendela transfer dikabarkan ia siap dilepas dan klubnya terus mencari striker baru, Berba tetap berada di skuad.

It all paid off. At least until now. 6 gol dari lima pertandingan di Liga. 7 gol jika ditambah satu di Community Shield. Bandingkan dengan 12 gol yang diciptakannya musim lalu dalam 33 pertandingan.

Kini harapan para pendukung United sudah terbebani pada punggung Berbatov. Seorang pemain Bulgaria penuh bakat yang seringkali menjadi bahan caci-maki para fans sejak kedatangannya. Kini, ia bisa jadi salah satu kunci penting bagi United dalam upaya mereka meraih gelar Liga Inggris kembali. Dan ditambah juga Liga Champions.

Dan jikapun ia tidak berhasil memenuhi ekspektasi tinggi tersebut, at least he got a hat-trick againts Liverpool in Old Trafford!

*posted on www.supersoccer.co.id (22/09/10)

Pertandingan-Pertandingan Terbaik United vs Spurs

Ah. Manchester United vs Tottenham Hotspur. Duel dua tim yang punya ideologi permainan yang sama. Terbuka. Hasilnya? Seringkali tercipta partai dengan banyak gol.

Saat United dan Spurs bertemu, selalu ada potensi pertandingan klasik tercipta -mari kesampingkan kemenangan adu penalti United di final Carling Cup ketika itu.

Berikut ini beberapa pertandingan United-Spurs yang banjir gol. Dan juga yang menjadi penentu juara Liga Premier (United tentu saja, Spurs belum)


Tottenham Hotspur 3 vs 5 Manchester United, 29 September 2001
Laga United vs Spurs selalu membawa kita teringat akan pertandingan ini. Salah satu comeback terbaik, dalam salah satu laga terbaik yang pernah ada di Liga Inggris.
Saat babak pertama berakhir, nyaris semua orang menganggap pertandingan juga sudah berakhir. Spurs unggul 3-0.
Namun di sinilah, praktek hair-dryer Sir Alex Ferguson tampak sangat ampuh.
Babak kedua, bukannya tertekan karena tertinggal, anak-anak Red Devils mengamuk dan mencetak lima gol tanpa balas. Meninggalkan suporter Spurs -yang sudah sangat yakin akan menang- terdiam tidak percaya.



Tottenham Hotspur 4 vs 1 Manchester United, 1 Januari 1996
.
Belakangan ini, Spurs memang terlihat sangat sulit untuk mencuri kemenangan dari United. Tapi mereka juga pernah menang telak.
14 tahun silam, awal tahun yang buruk menjadi hadiah dari tim London Utara kepada United yang sedang mencoba bertarung meraih gelar ketika itu.
Spurs mampu tampil luar biasa dan menghajar United 4-1. Sebuah skor yang masih sulit mereka ulangi hingga saat ini.



Manchester United 5 vs 2 Tottenham Hotspur, 25 April 2009.

Lagi-lagi banjir gol. Lagi-lagi comeback.
Spurs punya hobi kehilangan keunggulan mereka saat menghadapi United. Termasuk pada pertandingan kali ini.
Sempat unggul 2-0, Spurs memberikan harapan besar bagi Liverpool -rival titel United ketika itu- untuk merebut gelar juara dari sang tuan rumah.
Tapi Manchester Merah kembali mampu bangkit dengan menggelontorkan lima gol tanpa ampun dan menunjukkan pada semua orang: the title is theirs.
And yes it is. Dalam beberapa pekan kemudian, they retain the Premier League Trophy.


Manchester United 2 vs 1 Tottenham Hotspur, 16 Mei 1999.

Another memorable moment. For United.
Pertandingan ini adalah awal kesuksesan treble United musim itu.
Bertarung neck-to-neck dengan Arsenal hingga hari terakhir Liga, Spurs sempat membuat publik Old Trafford terdiam setelah unggul lebih dulu.
Tapi semangat pantang menyerah ala United membuat mereka berhasil menyamakan kedudukan melalui David Beckham. Dan akhirnya menang dengan gol Andy Cole.
United pun sukses meraih gelar liga. And as history told us... They went on and win everything in the next ten days....

*posted in www.supersoccer.co.id (30/10/10)