Liverpool sudah menjalani 13 start bersama sang manajer terbaru mereka di musim ini. Bagaimana rapor-nya? Well, let's take a closer look.
Perjalanan awal musim tim Merseyside Merah ini memang sama sekali tidak bisa dibilang memuaskan. Apalagi untuk sebuah tim sekelas so-called-big-four ini.
Mari kita coba analisis penampilan Liverpool dari bulan ke bulan.
Agustus
Awal Liga Premier dan Liverpool dihadapkan pada dua pertandingan sulit di dua pekan awal. Meladeni Arsenal di kandang sendiri, mereka cuma mampu mendapatkan satu poin. Selang beberapa hari, mereka harus tandang ke Manchester City. Hasilnya? Dihajar 0-3 oleh tim kaya baru tersebut. Nada-nada sumbang mulai terdengar. Tapi Pool berhasil kembali ke jalur kemenangan di Anfield dengan mengalahkan West Brom 1-0.
Nilai: 4 poin dari tiga laga awal. Awal yang kurang mulus.
September
Bulan yang mengerikan bagi Pool. Menjalani tiga pertandingan, mereka seolah lupa bagaimana caranya mendapatkan tiga poin. Diawali dengan partai tandang di Birmingham yang berakhir dengan rasa frustasi dan tidak ada gol yang tercipta. Dilanjutkan dengan duel lawan sang musuh bebuyutan: Manchester United. Dengan penampilan pas-pasan kecuali pada interval 10 menit di babak ke-2, mereka harus pulang dengan tangan hampa setelah kalah 2-3. Selanjutnya, para fans jelas mengharapkan tim kesayangan mereka bisa bangkit di Anfield saat menghadapi Sunderland. Tapi ternyata mereka harus puas dengan skor imbang 2-2. Hasil yang membuat Liverpool terpuruk di papan bawah klasemen sementara.
Nilai: Cuma bisa menambah satu poin dalam satu bulan jelas bukan sesuatu yang bisa dibanggakan.
Oktober
Saat semua menyangka sesuatu tidak bisa lebih buruk lagi untuk Liverpool, tujuh belas hari pertama bulan Oktober membuktikan sebaliknya. Melanjutkan cerita jelek mereka di bulan sebelumnya, Liverpool kali ini tumbang dua kali berurutan. Yang pertama adalah dari... Blackpool. Tampil di kandang sendiri, dengan kekuatan penuh, tapi masih harus rela tumbang dari klub yang baru promosi musim ini tersebut.
Selanjutnya, tidak kalah menyakitkan, kalah tandang dalam derby Merseyside menghadapi Everton. Ini adalah titik terendah Liverpool. Mereka terpuruk di zona degradasi untuk pertama kalinya setelah sekian tahun. Lampu kuning sudah menyala di seluruh Anfield. Beruntung, setelah itu tim Merah ini menemukan kembali cara untuk menang -dengan bergantung pada Torres- dan meraih dua kemenangan beruntun atas Blackburn Rovers dan Bolton. Mereka pun kembali meloncat ke papan tengah.
Nilai: Berawal dengan sangat buruk namun berakhir dengan sedikit harapan.
November (sampai tanggal 13)
Liverpool terlihat sudah kembali bangkit dan bahkan sudah berani berbicara soal finis di urutan empat besar. Apalagi setelah mereka secara brilian mampu menghempaskan pimpinan klasemen Chelsea 2-0 di Anfield. Roy Hodgson mulai mendapatkan kepercayaan dari fans dan kepercayaan diri tim semakin meningkat.
Happy ending? Nanti dulu. Hanya tiga hari setelah mengalahkan Chelsea, Liverpool kembali membuang poin sia-sia setelah ditahan imbang Wigan. Parahnya lagi, penampilan mereka kembali memburuk. Keadaan mencapai puncaknya saat pada akhir pekan kemarin, Stoke City mengembalikan Pool ke zona kekalahan dengan menumbangkan salah satu tim terbaik di Inggris ini 2-0.
Nilai: Kebangkitan Liverpool terasa sebagai sesuatu yang semu. Inkonsistensi justru jadi kata yang paling tepat bagi tim yang juga baru berganti pemilik ini.
Hingga pertandingan ke 13 ini, Liverpool sudah mengumpulkan 16 poin. Hasil 4 menang, 4 seri, dan 5 kalah. Garis bawahi rekor lima kali kalah tersebut. Tim-tim yang mengalahkan mereka adalah: Manchester City, Manchester United, Blackpool, Everton, dan Stoke City. Jelas bukan catatan emas yang bisa ditambahkan pada CV Roy Hodgson.
Mau tidak mau, orang-orang akan membandingkan tim ini dengan apa yang dicapai oleh Rafael Benitez -sebelum musim lalu. Di awal era-nya, Liverpool tetap menjadi sebuah tim yang ditakuti, serta konsisten berada di papan atas. Meski tidak juara, mereka tetap menjadi salah satu pesaing, bukan hanya mengincar empat besar. Apalagi terpuruk di zona tengah. Yang pasti, ia belum pernah sekalipun menyeret timnya ke zona degradasi.
Jadi, rasanya wajar jika dalam pertandingan kemarin, mulai terdengar chant suporter Liverpool yang menginginkan Kenny Dalglish datang ke Anfield untuk menggantikan Hodgson. Sesuatu yang tidak diterima dengan baik oleh sang manajer. Ia juga tidak membuat keadaan lebih baik dengan menyalahkan salah satu pemainnya. Kali ini korbannya adalah Glen Johnson.
Perjalanan musim ini memang masih panjang. Ini baru seperempat pertama musim 2010/2011. Namun bisa dipastikan, rapor untuk Roy Hodgson dalam menukangi Liverpool masih bertinta merah. Jika ia tidak mengubah nilai tersebut dengan cepat, maka pintu keluar dari Anfield kemungkinan akan segera terbuka bagi mantan pelatih Fulham ini.
*posted in www.supersoccer.co.id (15/11/10)
No comments:
Post a Comment