Buat gw, Gelora Bung Karno adalah salah
satu tempat paling magis yang ada di dunia ini. Nyaris gak pernah sekalipun gw
masuk ke stadion ini tanpa merasa merinding (Even pas nonton konser ogah-ogahan
YellowCard dulu pun tetap ada rasa merinding saat masuk dan melihat isi stadion
megah ini).
Jadi, saat Indonesia akan menjamu Arab
Saudi di lanjutan Kualifikasi Piala Asia hari Sabtu, 23 Maret 2013, gw pun amat
sangat berharap bisa datang dan kembali berteriak-teriak di salah satu dari
puluhan ribu kursi keramat di dalamnya.
Dengan keberuntungan dan kebaikan teman, I
got that freakin ticket. Gak murah. Untuk level kualifikasi, angka 200,000
untuk kategori 1 jelas lumayan tinggi. I don’t really care tho. Yang penting
bisa masuk dan nonton timnas main. Udah kangen. Terakhir kali adalah pas away
days AFF 2012 di Malaysia bulan Desember lalu.
Beda dengan pas away days, kali ini
atmosfir GBK luar biasa. Dari (katanya) 70ribu tiket yang disediakan,
sepertinya nyaris semuanya terjual. Stadion Gelora Bung Karno pun kembali
penuh. Padat di luar. Padat di dalam. Padahal, hujan deras datang menghampiri
beberapa jam sebelum kick off.
Dengan kondisi basah kuyub dan salah kelas
duduk -We ended up sitting in Category 2 (100,000), while our tickets are
Category 1- gw dan teman-teman siap
untuk kembali sakit hati untuk ke sekian kalinya.
Tapi setipis apapun itu, harapan tetaplah
harapan. Jadi… Kami pun berharap akan ada sesuatu bernama keajaiban (Jangan
ditiru. Setipis apapun harapan, it still… hurts).
Setelah kembali merinding menikmati
nyanyian choir ‘Indonesia Raya’ puluhan ribu orang yang dilanjutkan dengan
flare menyala dari berbagai sudut stadion, pertandingan dimulai.
Sesuai dugaan, Arab Saudi langsung
menguasai serangan. Namun di awal-awal pertandingan, tanda-tanda keajaiban itu
muncul. Saat Arab lupa kalau Indonesia ternyata punya kemampuan menyerang,
defender mereka melakukan kesalahan fatal dan Boaz pun membawa timnas Indonesia
unggul. GBK bergetar. Literally.
Merayakan gol bersama puluhan ribu orang
adalah suatu hal yang luar biasa. It felt amazing. Di tengah euforia semacam
ini, kami nyaris lupa kalau gol tadi bisa jadi hanyalah harapan palsu belaka.
Seperti yang terus diberikan oleh tim ini selama bertahun-tahun.
Benar saja. Timnas kemudian tampil
medioker. Padahal, katanya, ini adalah tim terbaik yang bisa dikumpulkan saat
ini. Tidak seperti tim yang turun di AFF ataupun pra-piala dunia kemarin.
Tidak ada yang istimewa. Lini tengah timnas
seperti lupa datang ke GBK. Kerja keras lini belakang dan upaya lari-lompat
para pemain depan terasa sia-sia. Passing buruk, tidak ada penguasaan bola yang
meyakinkan, dan Ponaryo Astaman seolah tertelan bumi.
Arab Saudi menemukan ritme mereka dan
membunuh Indonesia dengan dua gol balasan. Could, and should, be more. Sementara upaya timnas untuk menyerang
(bahkan saat memainkan empat striker), terlihat lebih seperti usaha
membuang-buang bola. Sia-sia.
Sebuah keajaiban lain adalah bisa melihat
Ponaryo tampil hingga beberapa menit menjelang injury time. (WHY OH WHY). I
personally miss Taufik. Tapi kehadiran Bustomi sebenarnya juga bisa menjadi
pilihan yang lebih oke jika diturunkan lebih awal.
Lalu, kecepatan Andik yang bisa berguna di
menit-menit akhir pun tidak dimanfaatkan. The-So-Called-Indonesian-Messi pun
duduk di bench hingga peluit akhir dibunyikan.
Ah. Peluit akhir.
Gw bukan orang yang percaya dengan label
kalah terhormat. Kalah adalah kalah. Period. Tapi ada saat di mana kita
menerima kekalahan dengan merasa tersentuh dengan perjuangan super keras para
pemain di lapangan. Itu yang gw rasakan dulu saat menyaksikan anak-anak asuh
Nil Maizar bermain di AFF. They’re shite. But they fight superbly.
Last night. I don’t know. Mungkin karena
ekspektasi yang terlalu tinggi. Mungkin karena kesal ngeliat beberapa potensi
pemain tidak sempat keluar secara maksimal. Mungkin karena gw rindu dengan
kemenangan di GBK. Yang pasti, saat untuk kesekian kalinya melangkah lunglai
keluar GBK, I felt… weird.
Padahal, sejak awal, I know we’re gonna
lose from Arab Saudi and I know my heart gonna be broken again for
the-I’ve-lost-count times.
“Hari ini Pasti Menang”, my ass. I believe we
need a new chant.
Lalu… Apakah gw akan kembali lagi untuk
nonton Timnas Indonesia main di GBK atau bahkan away?
Of course. I’m in love. And will always be.
So, I have every right to be irrational and idiotic.
Gaya bertutur kayak gini, yang gak mungkin muncul di SS. Suka banget sama tulisan lo yang ini bang.. *sungkem*
ReplyDelete